Berencana ajukan cicilan KPR dalam waktu dekat? Pada dasarnya, pengajuan KPR bisa dimanfaatkan oleh siapapun asal secara hukum telah dinyatakan cukup umur dan memiliki penghasilan tetap. Namun perlu diingat, saat pengajuan KPR nantinya akan ada beragam biaya, lho!
Nah, biaya lain-lain ini menjadi komponen penting yang harus dihitung, dipertimbangkan dan dipersiapkan dari jauh hari. Jangan sampai pengajuan KPR yang sudah lama kamu impikan jadi tersendat, karena tidak siap akan tambahan cost tersebut.
Langsung saja, berikut ini 5 biaya lain-lain yang harus dikeluarkan saat mengajukan cicilan KPR. Catat bersama yuk!
Saat mengajukan cicilan KPR, DP atau uang muka biasanya akan mengambil porsi paling besar dari berbagai biaya KPR yang ada. Ketentuan mengenai besaran uang muka KPR ini sendiri telah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/16/PBI/2016. Berdasarkan peraturan terbarunya, besaran uang muka yang dibutuhkan adalah minimal 30% dari harga rumah.
Cukup besar ya uang mukanya? Maka itu, DP sebaiknya disiapkan dari berapa tahun sebelum akhirnya mengajukan KPR. Akan lebih baik jika dana yang terkumpul untuk DP lebih dari 30% harga rumah, karena akan meringankan cicilan KPR mu ke depannya.
Selain DP, kamu juga perlu menyiapkan boking fee ketika akan mengambil cicilan KPR. Booking fee merupakan sejumlah uang yang diserahkan kepada penjual rumah (misalnya developer atau penjual perorangan) untuk memesan dengan batas waktu tertentu.
Booking fee biasanya dibayarkan sebagai tanda bahwa kamu serius memesan rumah tersebut. Akan tetapi, booking fee yang dibayarkan ini bukan menjadi cicilan pertama, ya! Jadi, antara DP, booking fee, dan cicilan merupakan 3 hal yang berbeda.
Komponen biaya lain yang dikenakan saat mengajukan KPR, tak lain adalah pajak. Pajak ini akan dikenakan pada kedua belah pihak, baik itu pejual dan pembeli. Berapa besaran nominalnya? Menurut Peraturan Pemerintah nomor 34 tahun 2016 tentang Tarif Baru PPh Final atas Pengalihan Hak Atas Tanah/Bangunan, besar PPh yang dikenakan untuk penjualan rumah adalah sebesar 2,5% dari nilai transaksi (NPOP = Nilai Perolehan Objek Pajak). Sementara pajak pembelian sebesar 5% dari NPOP yang dikurangi NPOPTKP (Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak).
Sebagai contoh, Pak Ridwan menjual rumah kepada Pak Kamil senilai Rp600.000.000,-. Perhitungan pajak penjualan yang disebut juga pajak penghasilan (PPh) dan pembelian yang disebut juga sebagai Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dapat diilustrasikan sebagai berikut:
Pajak penjualan = 2,5% x Rp 600.000.000,- = Rp 15.000.000,-
Pajak pembelian = 5% x (Rp 600.000.000,- – Rp 60.000.000,-) = Rp 27.000.000,-
Biaya lain yang juga perlu dipersiapkan adalah jasa notaris. Dalam proses jual beli rumah termasuk cicilan KPR, notaris berperan menjamin legalitas atau keabsahan rumah atau properti yang akan kamu miliki. Beberapa dokumen yang memerlukan campur tangan seorang notaris di antaranya akta jual-beli, akta kredit, pengurusan pajak dan juga biaya balik nama sertifikat. Sebagai info, notaris di kota besar biasanya akan lebih tinggi daripada di daerah lain ya.
Mengajukan cicilan KPR, artinya kamu akan berurusan dengan pihak bank. Oleh karenanya, ada biaya administrasi bank yang dikenakan saat proses pengajuan kredit properti ini. Biaya administrasi berbeda sesuai dengan kebijakan bank. Namun di saat tertentu, bank bisa memberikan promo gratis biaya administrasi.
Selain itu, ada pula biaya provisi bank yang dibebankan kepada pengaju kedit sebagai biaya administrasi pengurusan. Biaya provisi KPR berlaku sama untuk semua bank. Biaya provisi KPR pada umumnya dilunasi sebelum proses akad kredit dilaksanakan dan hanya perlu dibayarkan sekali saat mengajukan KPR. Biaya provisi KPR sebesar 1% dari jumlah plafon kredit yang Anda terima. Jika plafon Anda 400 juta, maka biaya provisi KPR yang harus dibayar sebesar Rp. 400.000.000 x 1% = Rp. 4.000.000
Saat mengajukan cicilan KPR, kamu juga akan dikenakan biaya asuransi jiwa dan properti (rumah). Asuransi jiwa dibutuhkan untuk melindungi pihak bank dan juga pihak keluarga kreditur seandainya kreditur meninggal dunia sebelum kredit KPR lunas. Dengan adanya asuransi jiwa, jika Sobat meninggal maka ahli waris tidak dibebani dengan ‘warisan utang’ karena pembayarannya akan diselesaikan oleh pihak asuransi.
Sedangkan asuransi rumah untuk melindungi aset yang diagunkan dari kejadian buruk yang tidak diinginkan. Sehingga pihak bank pun ingin menjaga ‘keselamatan’ aset atau rumah dari kemungkinan terjadinya kerusakan akibat kebakaran dan lainnya.
APHT atau Akta Pemberian Hak Tanggungan berfungsi sebagai jaminan pelunasan pinjaman kepada Bank. Seandainya terjadi kredit macet, maka Bank secara hukum bisa mengambil alih hak kepemilikan rumah Anda yang sedang dalam KPR. Biaya APHT sebesar 0,25% dari 125% nilai kredit.
Biaya BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) adalah pajak yang harus dibayar oleh pribadi atau badan yang mendapatkan perolehan hak atas tanah dan atau bangunan dari suatu perbuatan atau peristiwa hukum, termasuk rumah KPR.
BPHTB berlaku untuk semua transaksi jual-beli properti secara perorangan dan melalui developer. Biayanya sebesar 5% dari nilai transaksi setelah dikurangi NJOPTKP (Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak), yang nilainya berbeda di tiap daerah.
Terakhir, ada biaya appraisal yang perlu dipersiapkan sebelum mengajukan cicilan KPR. Biaya appraisal muncul karena adanya proses pengecekan dan validasi dokumen KPR dan rumah yang menjadi obyek transaksi. Pada umumnya, biaya ini berkisar antara Rp. 350.000 hingga Rp. 1.000.000.
Seperti itulah deretan biaya tambahan yang perlu dipersiapkan, sebelum mengajukan KPR untuk memiliki rumah impian. Meskipun terlihat banyak, tapi semoga segala prosesnya dimudahkan ya!